A. Selayang Pandang
Masjid Agung Banten merupakan situs bersejarah di Kota Serang, Propinsi Banten. Masjid ini dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1552—1570 M. Masjid ini memiliki halaman yang luas dengan taman yang dihiasi bunga-bunga flamboyan. Selain sebagai obyek wisata ziarah, Masjid Agung Banten juga merupakan obyek wisata pendidikan dan sejarah. Dengan mengunjungi masjid ini, wisatawan dapat menyaksikan peninggalan bersejarah kerajaan Islam di Banten pada abad ke-16 M, serta melihat keunikan arsitekturnya yang merupakan perpaduan gaya Hindu Jawa, Cina, dan Eropa.
Sejarah pendirian Masjid Agung Banten berawal dari instruksi Sultan Gunung Jati kepada anaknya, Hasanuddin. Konon, Sunan Gunung Jati memerintahkan kepada Hasanuddin untuk mencari sebidang tanah yang masih “suci” sebagai tempat pembangunan Kerajaan Banten. Setelah mendapat perintah ayahnya tersebut, Hasanuddin kemudian shalat dan bermunajat kepada Allah agar diberi petunjuk tentang tanah untuk mendirikan kerajaan. Konon, setelah berdoa, secara spontan air laut yang berada di sekitarnya tersibak dan menjadi daratan. Di lokasi itulah kemudian Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana pendukung lainnya, seperti masjid, alun-alun, dan pasar. Perpaduan empat hal: istana, masjid, alun-alun, dan pasar merupakan ciri tradisi kerajaan islam di masa lalu.
B. Keistimewaan
Keunikan arsitektur Masjid Agung Banten terlihat pada rancangan atap masjid yang beratap susun lima, yang mirip dengan pagoda Cina. Masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Pulau Jawa ini desainnya dirancang dan dikerjakan oleh Raden Sepat. Ia adalah seorang ahli perancang bangunan dari Majapahit yang sudah berpengalaman menangani pembangunan masjid, seperti Demak dan Cirebon. Pengembangan Masjid Agung Banten juga melibatkan seorang arsitek dari Cina yang bernama Tjek Ban Tjut terutama pada bagian tangga masjid. Karena jasanya itulah Tjek Ban Tjut kemudian diberi gelar Pangeran Adiguna.
Kemudian pada tahun 1620 M, semasa kekuasaan Sultan Haji, datanglah Hendrik Lucaz Cardeel ke Banten, ia seorang perancang bangunan dari Belanda yang melarikan diri dari Batavia dan berniat masuk Islam. Kepada sultan ia menyatakan kesiapannya untuk turut serta membangun kelengkapan Masjid Agung Banten, yaitu menara masjid serta bangunan tiyamah yang berfungsi untuk tempat musyawarah dan kajian-kajian keagamaan. Hal ini dilakukan sebagai wujud keseriusannya untuk masuk Islam. Karena jasanya tersebut, Cardeel kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.
Menara masjid
terletak di sebelah timur masjid. Menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian kurang lebih 24 meter, dengan diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk mencapai ujung menara, pengunjung harus melewati 83 buah anak tangga dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Menara ini dibangun oleh Hendrik Lucaz Cardeel. Dari atas menara ini, pengunjung dapat melihat pemandangan disekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km. Pada zaman dahulu, selain digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan, bangunan ini juga berfungsi sebagai menara pandang ke lepas pantai. Menara ini juga digunakan oleh masyarakat Banten untuk menyimpan senjata pada masa pendudukan Belanda.
Sementara di sebelah selatan masjid, terdapat bangunan yang disebut tiyamah, bangunan ini juga merupakan karya Cardeel. Selain itu, pada bagian depan masjid terdapat alat pengukur waktu shalat yang berbentuk
lingkaran, dengan bagian atas berbentuk seperti kubah. Pada bagian atas
kubahnya ditancapkan kawat berbentuk lidi. Melalui bayangan dari kawat
itulah dapat diketahui kapan waktu shalat tiba.
Keunikan lainnya nampak pada umpak dari batu andesit yang berbentuk labu dengan ukuran besar. Umpak batu ini terdapat di setiap dasar tiang masjid, pendopo, dan kolam untuk wudhu. Umpak besar seperti ini tidak terdapat di
masjid-masjid lain di Pulau Jawa, kecuali di bekas reruntuhan masjid Kesultanan Mataram di daerah Plered, Bantul, Yogyakarta. Begitu pula dengan bentuk mimbar yang besar dan antik, tempat imam yang berbentuk kecil, sempit, dan sederhana juga menunjukkan kekhasan masjid ini.
Diserambi kiri masjid ini terdapat makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan
permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu latifah, dan Ratu Masmudah.
C. Lokasi
Masjid Agung Banten terletak di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Propinsi Banten, Indonesia.
D. Akses
Masjid Agung Banten berada sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Pengunjung dapat menuju lokasi dengan kendaraan pribadi atau naik bus. Dari Terminal Pakupatan, Serang, Pengunjung dapat melanjutkan perjalanan
dengan bus jurusan Banten Lama dengan tarif Rp 4.000 atau dapat juga mencarter angkot dengan biaya sekitar Rp 40.000 (Juni 2008). Perjalanan dari Terminal Pakupatan, Serang, menuju ke lokasi masjid memerlukan waktu sekitar setengah jam.
E. Harga Tiket
Memasuki kawasan obyek wisata Masjid Agung Banten tidak dipungut biaya. Namun, apabila memasuki tempat-tempat seperti menara, tempat wudhu, dan kompleks makam sultan, pengunjung diwajibkan membayar rata-rata Rp
1.000 (Juni 2008).
F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di sekitar masjid ini terdapat penginapan, warung telekomunikasi, dan
warung yang menjual aneka jajanan. Selain itu, banyak kios yang menjual
perlengkapan sholat, tasbih, kaset rohani, VCD musik, pakaian dewasa
dan anak-anak, serta cenderamata suku asli Banten, yaitu suku Baduy.
sumber : www.wisatamelayu.com
lengkapnya : http://www.wisatamelayu.com/id/object.php?a=ZWtOL3Vady9P=&nav=geo