Dosa dan Bencana Oleh : Bustanuddin Agus
Guru Besar Universitas Andalas Padang
Tampaknya bangsa ini tak putus dirundung musibah. Imbauan pemimpin bangsa hanya menyerukan sabar kepada yang ditimpa musibah dan kebersamaan menghadapinya dengan menyalurkan bantuan. Tapi, sebagai manusia yang sangat rasional, pemimpin bangsa ini tampaknya enggan menghubungkan tingkah polah manusia dan kemurkaan Tuhan dengan bencana yang menimpa silih berganti.
Logika rasional atau logika ilmiah baru sebatas mau mengaitkan bencana alam dengan banjir. Banjir karena ulah tangan manusia karena tidak mau berhenti membabat hutan. Longsor juga dapat dipahami sebagai akibat dari penggundulan hutan sehingga tanah tidak cukup untuk menyimpan resapan air. Namun gempa bumi dan gunung meletus agak sulit diterima sebagai akibat perbuatan manusia. Sejauh yang dapat dijelaskan adalah terjadinya pergeseran lempengan bumi pada gempa dan menyemburnya lava gunung berapi.
Kita memang tinggal di atas bola api yang diselimuti oleh kulit bumi. Bola api bumi ini, sewaktu-waktu siap meledak dengan dahsyatnya. Baik melalui gunung berapi, dan tidak terbuka pula kemungkinan melalui ledakan dahsyat. Kiamat kecil, menengah, atau kiamat sungguhan!
Tapi bagi budaya masyarakat yang dianggap 'primitif' dan umat beragama yang memahami ajaran agama mereka, segala peristiwa, suka ataupun duka, anugerah ataupun musibah, tidak terlepas dari ketentuan dan kehendak Tuhan. Tuhan berbuat demikian berkaitan dengan kehidupan manusia.
Komentar yang umum kita dengar selama ini dari tokoh agama adalah semuanya itu adalah ujian terhadap keimanan kita. Apakah masih bisa bersabar atau beralih menjadi mengumpat Tuhan? Ujian, karena kita menilai diri masih tetap sebagai orang yang beragama yang diridhai-Nya. Bahkan kelas keimanan kita sudah patut dinaikkan, sehingga perlu ada ujian "naik kelas". Yang tidak lulus ujian tentu akan mengumpat dan protes terhadap-Nya.
Hukuman
Kalau ditelusuri riwayat bencana alam dalam kitab-kitab suci, pada umumnya bencana adalah hukuman Tuhan terhadap kekafiran manusia. Baik topan di zaman Nabi Nuh, badai dan topan yang menimpa umat Nabi Hud dan Shalih, angin puting beliung di zaman Nabi Luth, dan lain sebagainya. Agama Hindu juga percaya ada Dewa Syiwa, dewa perusak dan bencana. Kepercayaan masyarakat primitif juga mengaitkan bencana dengan kekuatan gaib. Tapi campur tangan kekuatan gaib itu adalah karena kekafiran manusia (Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, 2006).
Selalu memandang bencana hanya sebagai ujian Tuhan, berarti tidak mau mengakui kekurangan diri secara pribadi dan secara bersama. Dosa terhadap alam telah demikian membahayakan. Efek rumah kaca, suhu bumi makin panas, lapisan ozon makin tipis, sangat mengancam kehidupan manusia yang tinggal di planet ini. Pembalakan hutan, pencemaran udara dan air, membahayakan pernapasan, minuman, dan makanan manusia. Pengurasan mineral dan minyak secara semena-mena dari perut bumi tentu juga merusak keseimbangan bumi dan atmosfernya. Semuanya ini dosa terhadap alam, makhluk Allah dan juga terhadap Khalik-nya.
Dosa kita terhadap sesama umat manusia, apalagi sesama anak bangsa, telah menjadi-jadi. Tawuran, perang antarkelompok, hasung, fitnah, intimidasi, hujat, dan kekerasan fisik serta kekerasan verbal, dan penghancuran fasilitas umum, telah merusak tatanan hidup bermasyarakat. Korupsi dan mafia peradilan adalah dosa yang utama dilakukan oleh pejabat dan penegak hukum itu sendiri. Dosa lebih besar lagi karena merupakan perilaku 'pagar makan tanaman'. Semua dosa terhadap sesama manusia itu juga dosa terhadap Allah yang menciptakan mereka.
Allah melarang keras manusia berbuat binasa di muka bumi (QS 2:11-12 dll). Semua tindakan itu bukan membinasakan siapa-siapa melainkan diri kita sendiri dan manusia lain di sekitar kita. Nabi Muhammad mengibaratkan orang yang seenaknya ini seperti penumpang kapal yang ingin segera mendapatkan air dengan melubangi saja lantai kapal. Kalau tidak ada yang mencegahnya berbuat demikian, semua penumpang kapal tentu akan karam.
Tidak balanced
Kekafiran-kekafiran terhadap nabi dan ajaran mereka sekilas memang tidak dapat dipahami dengan akal yang telah terkooptasi oleh sanis dan rasionalisme. Tapi kalau dipikir secara mendalam, akan dipahami juga bahwa ajaran agama itu memang benar adanya.
Ajaran agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul biasa dipandang sebelah mata oleh pemikiran sekuler karena ajaran agama dianggap hanya sebagai ritual belaka, ibadat yang tidak punya dampak konkret, apalagi terhadap peningkatan taraf ekonomi. Agama dipahami hanya sebatas doa, zikir, sembahyang, puasa, haji dan yang seumpamanya. Semuanya hanya dinilai efektif paling-paling dalam taraf sugestif psikologis. Misalnya menjadikan yang suka melakukannya lebih optimistis dan lebih sabar.
Namun ajaran agama bukanlah ritual atau ibadah mahdhah itu saja. Ajaran agama juga menekankan sekali sopan santun dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam perlakuan terhadap alam. Tidak boleh ada kezaliman manusia atas manusia lain dan pengurasan semena-mena terhadap sumber daya alam. Pengurasan semena-mena terhadap alam akan mengakibatkan ketidakseimbangan alam, khususnya bumi ini.
Bumi dengan atmosfirnya jadi tidak seimbang. Perut bumi dengan mineralnya tidak seimbang lagi. Hutan, laut dan daratan juga tidak seimbang. Pada hal bumi berputar dengan cepatnya. Untuk satu rotasi saja, bumi berputar sekeliling sumbunya dengan kecepatan 1.670 km/jam. Untuk mengelilingi bulan dibutuhkan kecepatan 3.358 km/jam. Dan untuk mengelilingi matahari dibutuhkan waktu 103.232 km/jam. Bayangkan apa yang akan terjadi kalau bumi tidak balanced dengan kecepatan demikian tinggi.
Ajaran agama menuntun manusia untuk hidup seimbang antara jasmani, akal, dan ruhani. Seimbang antara manusia dan saudaranya sesama manusia. Seimbang antara manusia dengan alam sekitar. Seimbang antara hubungannya dengan sesama manusia dan dengan Tuhannya. Ajaran seimbang dengan diri sendiri, sesama manusia, alam sekitar, dan dengan Tuhan juga mengandung arti harmonis, indah, dan saling menghargai. Suka memberikan yang terbaik untuk semua. Bukan perbuatan dan tindakan asal jadi atau hanya pelepas hutang. Yang terbaik inilah yang dinamakan akhlak atau ihsan.
Manusia memang diberi kemerdekaan. Apakah akan taat dan patuh kepada ajaran agama atau kafir (menantang secara terang-terangan), munafik (mengintai momen untuk mencederai umat beragama), dan asal-asalan (kusala, pemalas). Semuanya itu akan menerima upah dan pembalasan, cepat atau lambat. Maka secara umum terdapat hubungan antara perilaku manusia di bumi ini dengan musibah dan bencana (al-Rum ayat 41). Karena itu, musibah yang silih berganti, hendaklah dijadikan momen introspeksi dan mengubah diri, secara individu dan secara berbangsa.
Tapi iman terhadap kekuasaan Allah juga punya sisi membuka peluang untuk bangkit kembali. Ajaran tobat dari kesalahan dan dosa yang telah lalu, membuka peluang besar untuk memperbaiki diri. Tobat artinya menyesali segala perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama selama ini, minta ampun atas dosanya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Doa dan zikir juga ajaran untuk diberi keampunan dan kekuatan untuk menghadapi masa depan. Ajaran kepada kekuasaan dan takdir Tuhan juga mengajak kita untuk tidak larut dalam duka berkepanjangan. Bukankah semuanya itu adalah takdir Allah? Untuk itu singsingkanlah lengan baju dan berjuanglah menghadapi masa yang akan datang.